Bintang neutron ternyata lebih masif dari yang diyakini sebelumnya, dan juga lebih sukar untuk membentuk lubang hitam. Demikian menurut hasil penelitian terbaru yang dikembangkan di Observatorium Arecibo di Puerto Rico. Paulo Freire, astronom dari observatorium tersebut telah mempresentasikan penelitiannya pada pertemuan American Astronomical Society di Austin, 11 Januari lalu.
Para astronom di Arecibo telah memperbesar limit masa yang diperlukan oleh bintang neutron untuk menjelma menjadi lubang hitam.
“Materi di pusat suatu bintang neutron dapat sedemikian padat. Pengukuran terkini kami terhadap massa bintang-bintang neutron akan membantu para ahli fisika nuklir untuk memahami sifat-sifat materi yang sangat padat,” jelas Freire. “Ini juga berarti bahwa untuk membentuk lubang hitam, diperlukan massa yang lebih besar daripada yang diperkirakan sebelumnya. Dengan demikian, di alam semesta, lubang hitam mungkin lebih jarang ditemui, dan bintang neutron sedikit lebih melimpah.”
Saat inti sebuah bintang masif kehabisan bahan bakar nuklirnya, gravitasinya yang sangat besar menyebabkan bintang tersebut runtuh dan kemudian menjelma menjadi sebuah supernova. Inti bintang, biasanya bermassa sekitar 1,4 kali massa Matahari, terpadatkan dalam suatu bintang neutron. Objek yang ekstrem ini memiliki radius sekitar 10 hingga 17 kilometer, namun dengan kepadatan hingga semiliar ton per centimeter kubik. Menurut Freire, bintang neutron tak ubahnya seperti sebuah inti atom tunggal berukuran raksasa dengan massa sekitar 560.000 kali massa Bumi kita.
Menurut perkiraan para astronom sebelumnya, sebuah bintang neutron membutuhkan massa maksimum antara 1,6 hingga 2,5 kali massa Matahari agar dapat runtuh dan membentuk lubang hitam. Namun demikian, penelitian terkini menunjukkan bahwa bintang neutron dapat tetap dalam bentuknya pada massa 1,9 hingga tidak mustahil mencapai 2,7 kali massa Matahari.
“Materi pada pusat bintang neutron adalah yang terpadat di alam semesta, dan merupakan salah satu dari dua orde magnitude yang lebih padat ketimbang materi dalam inti atom. Sedemikian padatnya sehingga kita tidak mengetahui materi yang menyusunnya,” terang Fraire. “Karena alasan itu, kami saat ini masih belum memiliki bayangan tentang seberapa besar atau seberapa masif sebuah bintang neutron dapat membentuk.
Antara bulan Juni 2001 hingga Maret 2007, Freire menggunakan receiver “L-wide” (sensitif terhadap frekuensi radio antara 1100 hingga 1700 MHz) di Arecibo beserta perangkat Wide-Band Arecibo Pulsar Processors — spektrometer supercepat pada teleskop Arecibo — untuk mempelajari pulsar biner (berpasangan) yang disebut M5 B, di kluster globular M5 yang terletak di konstelasi Serpens. Sebuah pulsar adalah bintang neutron dengan medan magnet yang kuat yang memancarkan radiasi elektromagnetik, biasanya dari kutub magnetisnya. Mirip seperti kita menyaksikan cahaya lampu mercusuar, pengamat dari jarak jauh akan menerima serangkaian denyutan, yang disebabkan oleh rotasi pulsar tersebut. Dalam kasus M5 B, denyutan gelombang radio diterima di Bumi sekali setiap 7,95 milidetik.
Denyutan gelombang radio ini dipindai (scan) oleh sebuah spektrometer pita-lebar sekali setiap 64 mikrodetik dalam 256 kanal spektral, dan kemudian direkam dalam media penyimpan komputer dengan informasi waktu yang akurat. Waktu kedatangan denyutan itu kemudian dipakai oleh para astronom untuk mengukur pergerakan orbit M5 B terhadap pasangannya secara akurat. Hal ini memungkinkan para astronom untuk memperkirakan massa pulsar tersebut, yakni sekitar 1,9 kali massa Matahari. (pressoffice.cornell.edu)
Jumat, 02 Januari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar